Nilai Rupiah Terus Merosot, Ini Penyebabnya
JAKARTA – Kabar buruk menghiasi pasar keuangan dalam negeri pada pagi ini. Rupiah melanjutkan tren pelemahan. Dolar Amerika Serikat (AS) bahkan sudah menembus level Rp16.300. Ekonom PT Bank BCA Tbk David Sumual menjelaskan, pelemahan nilai tukar disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya arus modal asing yang terus bergerak keluar (capital outflow). “Outflow asing terutama dari SBN dan akhir-akhir ini juga dari saham, selain kebutuhan dolar untuk pembayaran utang dan impor juga cukup tinggi,” ungkapnya sebagaimana dikutip CNBC Indonesia, Selasa (11/6/2024).
Melansir data Refinitiv, pada pembukaan pasar pagi ini, Selasa (11/6/2024) pukul 09.23 WIB, rupiah melemah tipis 0,15% ke posisi Rp16.300/US$. Depresiasi ini melanjutkan koreksi dalam kemarin yang menandai rupiah koreksi dua hari beruntun. Pada pukul 10.20 WIB, rupiah sudah kembali menguat dan berada di level Rp16.281. Hal yang senada juga disampaikan oleh Rully Wisnubroto, Ekonom Senior Mirrae Asset Sekuritas. Situasi global yang tidak menentu menjadi penyebab aliran modal asing keluar.
“Kalau melihat dari sektor finansial, tidak bisa terhindar dari sentimen global. Dampaknya terhadap perekonomian tergantung dari berapa lama Rupiah ini tertekan, dan kondisinya sangat sulit untuk di kontrol, even oleh BI,” jelasnya. AS adalah salah satunya. Data pasar tenaga kerja AS yang keluar lebih kuat dari perkiraan. Departemen Ketenagakerjaan AS pada Jumat malam (7/6/2024) mengumumkan data pekerjaan tercatat di luar pertanian melonjak ke 272.000 pekerjaan pada Mei 2024.
Angka tersebut lebih tinggi dari konsensus yang hanya proyeksi naik ke 185.000 dari 175.000 pekerjaan pada April. Sementara untuk tingkat pengangguran naik tipis menjadi 4%. Situasi ini membuat indeks dolar AS (DXY) yang kembali melambung menembus 105. Masalah lain adalah situasi tensi geopolitik yang semakin memanas.
“Faktor geopolitik selalu berubah, dari yang lalu muncul dari timur tengah, saat ini muncul dari Eropa, dengan meningkatnya kekuatan politik yang beraliran ekstrim kanan, yaitu Marine LePen, yang terus menekan nilai tukar Euro, sehingga USD semakin kuat,” pungkasnya. []
Nur Quratul Nabila A